MENGGEMAKAN PERJUMPAAN; MEMANFAATKAN RUANG PUBLIK SEBAGAI ARENA SOSIALISASI WACANA KERUKUNAN

  • Nono S. A. Sumampouw Anthro Pacific Institute
Keywords: manado, toleransi, ruang fisik, wacana, praktik

Abstract

Kota Manado telah dikenal sebagai salah satu kota dengan indeks kerukunan umat beragama terbaik di
Indonesia. Selama bertahun-tahun, kota ini menjadi salah satu kiblat percontohan hubungan sosial
yang toleran antar komunitas yang berbeda latar belakang. Selama ini, studi mengenai kerukunan
umat beragama di daerah ini cenderung mengangkat tema praktik-praktik sosial, politik, dan nilai budaya
yang terkandung di masyarakat. Konteks ini bisa disebut sebagai narasi besar kerukunan beragama
di Kota Menado. Artikel ini bermaksud memerlihatkan suatu praktik sederhana yang dilakukan
warga kota, termasuk pemerintah dan kekuatan sipil masyarakat dalam menjaga toleransi yang seringkali
terabaikan dalam studi toleransi di Kota Manado. Praktik tersebut berwujud pemanfaatan ruang
publik dan fasilitas fisik sebagai tempat sosialisasi kerukunan secara komunal. Ruang tersebut
digunakan secara bergiliran dalam mewikili entitas keagamaan, atau etnis tertentu dalam hari raya
masing-masing. Dalam praktik ini, warga kota telah melaksanakan praktik toleransi dengan cara
sehari-hari, lebih terinternalisasi, dan seringkali dilakukan dengan kesadaran simbolis. Artikel ini
mencoba memerlihatkan, pemanfaatan ruang fisik kota, secara simbolis dan interpretatif juga memiliki
makna sosial akan ide kerukunan dan toleransi yang berlangsung bagi warga kota. Dengan kata lain,
artikel ini memerlihatkan inter relasi antara fasilitas fisik kota dan fenomena sosial terhadap ide toleransi
dan kerukunan antar komunitas berbeda agama dan etnis di Kota Manado.

References

Bourdieu, Pierre. 1977. Outline of a Theory
of Practice. Cambridge: Cambridge
University Press.
Fauzi, Ali et. al. 2011. Kontroversi Gereja
di Jakarta (Yogyakarta: CRCS UGM).
Henley, David. Maria J.C. Schouten. Alex
J. Ulaen. 2007. “Preserving The Peace in
Post-New Order Minahasa”. dalam
Henk Schulte dan Gerry Van Klinken
(Eds.). Renegotiating Boundaries Local
Politics in Post-Suharto Indonesia.
Leiden: KITLV Press. hlm. 307-326.
Kray, Karen P. 2006. Operasi Lilin dan
Ketupat: Conflict Prevention In North
Sulawesi Indonesia. MA Thesis. Ohio:
The Faculty of International Studies of
Ohio University.
Makkelo, Ilham Daeng. 2010. Kota Seribu
Gereja Dinamika Keagamaan dan
Penggunaan Ruang di Kota Manado.
Yogyakarta: Ombak.
Paassen, Y.V. 1982. “Kerjasama Antar
Agama dan Prospeknya: Kasus Sulawesi
Utara”. di dalam Koentjaraningrat
(Peny.). Masalah-masalah
Pembangunan Bunga Rampai
Antropologi Terapan. Jakarta: LP3ES.
hlm. 371-387.
Parekh, Bikhu. 2008. Rethinking
Multicuturalism: Keberagaman Budaya
dan Teori Politik [Terj.]. Yogyakarta:
Impulse dan Kanisius.
Swazey, Kelly. 2007. “From The City of
Brotherly Love: Observation on
Chrstian-Muslim Relations on North
Sulawesi”. di dalam Explorations
Journal of Asian Studies. Volume 7.
Issue 2. Special Edition: Islam in
Southeast Asia. Manoa: University of
Hawai’I. Musim Semi. hlm. 47-51.
Warsilah, Henny dan Riwanto
Tirtosudarmo. 2005. “Potensi Sosial
Budaya dan Ekonomi Daerah Penelitian
(Studi Kasus Dua Kota di Indonesia
Bagian Timur: Manado-Sulut dan
Denpasar-Bali)”, dalam Henny Warsilah
(Ed.). Kelas Menengah dan
Demokratisasi: Partisipasi Kelas
Menengah dalam Kontrol Sosial
Terhadap Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah yang Baik dan
Bersih. Jakarta: LIPI, hlm. 33-36.
Weichart, Gabriele. 2010. “We Are All
Brothers and Sisters: Community.
Competion and Church in Minahasa”. di
dalam Françoise Douaire-Marsaudon
and Gabriele Weichart (Eds.). Les
Dynamiques Religieuses dans le
Pacifique: Formes et Figures
Contemporaines de la Spiritualité
Océanienne [Religious Dynamics in the
Pacific: Contemporary Forms and Key
Figures of Oceanian Spirituality].
Marseille: Pacific-Credo Publications.
Published
2020-01-13