Religiositas yang Naif: Ortodoksi Masyarakat Muslim di Tengah Bayang-bayang Pandemi Covid-19
Abstract
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia, termasuk Indonesia, telah mengubah berbagai kehidupan sosial, budaya dan agama. Dalam praktik beragama umat Islam banyak ibadah-ibadah, khususnya yang melibatkan banyak orang (crowd ritual), dituntut mengalami perubahan. Salat berjamaah di masjid misalnya dianjurkan tidak dilakukan, salat Jumat diganti salat zuhur di rumah. Belakangan ketika pandemi belum juga berakhir, maka aturan berubah. Salat Jumat dan salat berjamaah lainnya di masjid boleh, tetapi dengan menjaga jarak dan pakai masker. Aturan ini juga mengubah cara salat berjamaah yang harusnya merapatkan saf menjadi meregangkan saf. Religiositas mengalami penafsiran ulang, bahkan didekonstruksi dari pemahaman fikih mainstrem. Tetapi dalam situasi itu, tulisan ini menunjukkan ternyata masih ada beberapa kalangan yang tetap berpegang pada praktik ritual seperti pada masa-masa normal. Mereka takut mengganggu kesakralan ajaran agama. Tepatnya mereka sedang melakukan, meminjam istilah Arkoun, ‘taqdis al-afkar ad-diniyah’ (pensakralan pemikiran keagamaan). Covid-19 ini adalah pandemi yang mengancam kesehatan masyarakat dunia, sekaligus juga menyingkap kembali ortodoksi beragama dalam Islam yang telah bercokol sekian lama. Kendati demikian, di tengah ortodoksi beragama di masa pandemi, ada harapan munculnya gagasan-gagasan yang mendobrak kemapanan beragama. Ini dibuktikan dengan lahirnya beberapa ijtihad bagaimana beragama di masa pandemi. Tetapi apakah hal itu menunjukkan mulai lumernya ortodoksi dalam Islam, atau hanya sekadar ijtihad di saat kepepet (darurat)?