Falsafah Pobinci-Binciki Kuli Sebagai dasar Kerukunan Umat Beragama Pada Masyarakat Buton
Abstract
Sejarah panjang perjalanan bangsa Indonesia mencatat telah terjadi beberapa konflik antara penganut agama dan suku, seperti konflik di Ambon Maluku antara Islam dan Kristen pada tahun 1999, konflik suku di Sampit Kalimantan Tengah antara Dayak dan Madura pada tahun 2001. Mengambil sikap terhadap konflik-konflik seperti di atas, bukanlah sekadar melakukan penyelesaian setelah terjadi, tetapi hal penting adalah melakukan pencegahan dengan melibatkan kearifan-kearifan lokal yang dalam masyarakat terutama yang terakait dengan nilai-nilai kerukunan hidup beragama. Penelitian ini akan mengkaji pobinci-binciku kuli yang merupakan kearifan masyarakat Buton yang sejak dahulu telah menjadi sumber tatanan kehidupan di masyarakat dalam menciptakan kerukunan sosial. Penelitian menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan material kajian pobinci-binci kuli. Pengumpulan data ini melibatkan beberapa informan yang dipilih melalui purposive sampling dimana data dihasilkan melalui teknik pengumpulan data wawancara dan studi dokumen. Kajian dilakukan berfokus pada pengungkapan konsep falsafah orang Buton dalam teks pobinci-binciki kuli, kemudian melihat kontribusinya dalam menciptakan kerukunan hidup bagi umat beragama. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa falsafah pobinci-binciki kuli adalah nilai luhur yang menjadi alat perekat masyarakat Buton yang bersatu dalam kondisi mereka yang berbeda dan menjadi dasar konstitusi kesultanan Buton. Pobinci-binciki kuli mengandung empat falsafah (pataanguna) yaitu: (1) pomae-maeka (saling menakuti), (2) pomaamaasiaka (saling menyanyangi), (3) popia-piara (saling memelihara), (4) poangka-angkataka (saling menghormati dan menghargai). Keempat falsafah tersebut mengandung pesan kerukunan hidup dalam masyarakat Buton. Hasil kajian ini memiliki kontribusi yang signifikan dalam menciptakan model kerukunan hidup umat beragama yang rukun, damai, dan harmonis dalam konteks keindonesiaan.
References
Artanto, Muhammad Fattah Dwi, and Ade Novira. (2023). “Internalisasi Nilai-Nilai Kearifan Lokal Dalam Masyarakat Muna Yang Berfungsi Sebagai Upaya Pencegahan Intoleransi.” Khazanah Keagamaan Pusaka: Jurnal 11(1): 1– 13.
Athar Hasimi Hasimin. (2012). Tinjauan Konstitusional Martabat Tujuh Kerajaan/Kesultanan Buton. Baubau: Respect.
Aulia, TOS, and AH Dharmawan. (2010). 04 Sodality Local Wisdom of Water Resource Management in Kampung Kuta. http://repository.ipb.ac.id:8080/ha ndle/123456789/60143.
Azizah, Siti Nur. (2017). “Pengembangan Ekonomi Kreatif Berbasis Kearifan Lokal Pandanus Handicraft Dalam Menghadapi Pasar Modern Perspektif Ekonomi Syariah ( Study Case Di Pandanus Nusa Sambisari Yogyakarta ).” APLIKASIA: Jurnal Aplikasi Ilmuilmu Agama 17(2): 63–78. ejournal.uinsuka.ac.id/pusat/aplikasia%0APen gembangan.
Basrie. (1994). Pemantapan Pembangunan Melalui Pendekatan Ketahanan Nasional. Jakarta: PPS UI dan Ditjen Renungan Dephankam.
Hamzah Tualeka Zn. (2011). “Kearifan Lokal Pela-Gandong Di Lumbung Konflik.” (117).
Harahap, Sahrul Sori Alom. (2021). “Sakral Dan Profan (Sistem Kepercayaan Sakral Dan Profan Suku Akit Di Bantan Tengah).” Akademika: Jurnal Keagamaan dan Penddikan 17(1): 102–12.
Jhon W. Creswell. (2014). Research Design Kualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches. Sage: Uversity Of Nebraska Lincoln.
Jusman Iskandar. (2005). Dinamika Kelompok, Organisasi Dan Komunikasi Sosial. Bandung: Puspaga.
Kamal, Muhiddinur. (2013). “Pendidikan Multikultural Bagi Masyarakat Indonesia Yang Majemuk.” Al-Ta lim Journal 20(3): 451–58.
Mahrudin. (2014). 15 Jurnal Dakwah Kontribusi Falsafah PobinciBinciki Kuli Masyarakat Islam Buton Bagi Dakwah Islam Untuk Membangun Karakter Generasi Muda Indonesia. http://ejournal.uinsuka.ac.id/dakwah/jurnaldakwah/a rticle/view/310.
LA Muchir. (2003). Tasawwuf Akhlaqi Sara Patanguna Memanusiakan Manusia Menjadi Manusia Khlifatullah Di Bumi Kesulthanan Butuni. Baubau: Tarafu-Butuni.
Muhdina, Darwis. (2015). 3 Jurnal Diskursus Islam KERUKUNAN UMAT BERAGAMA BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI KOTA MAKASSAR.
Mushadi. (2007). Mediasi Dan Resolusi Konflik Di Indonesia: Dari Konflik Agama Hingga Mediasi Peradilan. Semarang: Wali Songo Media Center.
La Ode Zainu. (1985). Buton Dalam Sejarah Kebudayaan. Surabaya: Suradipa Surabaya. Parera,
Moh. Mul Akbar Eta, and Marzuki Marzuki. (2020). “Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Membangun Kerukunan Umat Beragamadi Kota Kupang Nusa Tenggara Timur (NTT).” Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya 22(1): 38.
Sabara. (2015). 21 Al-Qalam Merawat Kerukunan Dengan Kearifan Lokal Di Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara. http://jurnalalqalam.or.id/index.ph p/Alqalam/article/viewFile/239/22.
Sahlan. (2012). “Kearifan Lokal Pada Kabanti Masyarakat Buton Dan Relevansinya Dengan Pendidikan Karakter.” el harakah 14 No. 2.
Sulaiman, Sulaiman. (2014). “NilaiNilai Kerukunan Dalam Tradisi Lokal (Studi Interaksi Kelompok Umat Beragama Di Ambarawa, Jawa Tengah).” Jurnal Harmoni 13(1): 65–79.
Syarif, Nurrohman. (2015). 18 AsySyari’ah ISLAM DAN KEMAJEMUKAN DI INDONESIA (Upaya Menjadikan Nilai-Nilai Yang Menjunjung Tinggi Kemajemukan Dalam Islam Sebagai Kekuatan Positif Bagi Perkembangan Demokrasi).
Tahara, Tasrifin. (2013). “Reproduksi Stereotip Dan Resistensi Orang Katobengke Dalam Struktur Masyarakat Buton.” Antropologi Indonesia 33(2): 183–207.
Tamsir, Tamsir, Muhammad Wahyuddin Abdullah, and Hasaruddin Hasaruddin. (2020). “Internalisasi Nilai Kearifan Lokal Pobinci-Binciki Kuli Pada Usahawan Buton Dalam Etika Bisnis Syariah Untuk Mewujudkan Kesejahteraan.” Al-Tijary 5(1): 1– 18.
Tasrifin Tahara. (2008). Menyibak Kabut Di Keraton Buton. Baubau: Respect. Wahyuddin, dkk. (2009). Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.