MORFOLOGI DAN MAKNA SEMANTIK MASJID DAN MUSALA DI KOTA PADANG
Abstract
Seiring perjalanan waktu, di Minangkabau pola dan sistem penamaan masjid dan musala telah mengalami perubahan. Jika dulu, masyarakat memberikan nama masjid dengan nama daerah atau mengambil nama dari nama-nama orang terkenal, saat sekarang penamaan masjid dan musala diambilkan dan berasal dari kata-kata nuansa Islam dan menggunakan bahasa Arab. Fenomena ini muncul disebabkan semakin kuatnya motivasi kehidupan beragama masyarakatnya, khususnya di masyarakat perkotaan. Namun demikian, peningkatan motivasi dan semangat keberagamaan ini tidak diimbangi dengan peningkatan pengetahuan keislaman khususnnya tentang bahasa Arab. Akibat kekurangan pengetahuan tentang bahasa Arab ini, terdapat kesalahan-kesalahan dalam menggunakan bahasa Arab untuk penamaan masjid dan musala. Salah satunya seperti terdapat sebuah masjid yang diberi nama ―al-Mu'atabah‖. Penamaan nama ini merupakan contoh dari kesalahan besar dalam konteks semantik, karena ―al-mu‘atabah berarti ―orang yang dicela‖. Artikel ini mencoba untuk menjelaskan kesalahan dalam penamaan masjid pada aspek morfologi, aspek semantik dan aturan penulisan (al-imla‟). Penelitian ini mengambil populasi semua nama masjid di kota Padang, Sumatera Barat. Hasil penelitian akan memberikan kontribusi kepada beberapa pihak seperti pemerintah, pengurus-pengurus masjid, dan umat Islam secara keseluruhan.
References
Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang: Penerbit Yayasan Indonesiatera. Nahr, Hādi. 2010. Al-Ṣarf al-Wāfi: Dirāsat Waṣfīyah Taṭbīqīyah. Al-Urdon: ‗Alām al-Kutub al-Hadīth. Palmar, V.R. 1981. „Ilm al-Dilālah. Baghdād: Jāmi‘ah alMustanṣirīyah. Qabbawah, Fakhr al-Din. 1988. Tashrif al-Asma‟ wa al-Af‟al. Beirut: Maktabah al-Ma‘arif. Soekanto, Soerjono. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999. Tadjuddin, Moh. 2005. Aspektualitas dalam Kajian Linguistik. Bandung: Alumni