Islam Kultural di Sulawesi Selatan: Keselarasan Islam Dan Budaya

  • Abdul Kadir Ahmad Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar
Keywords: Islam kultural, Keselarasan Islam dan budaya, Sulawesi Selatan

Abstract

Kata Kajian tentang Islam kultural di Sulsel belum pernah dilakukan secara mendalam, padahal kajian semacam ini sangat penting sebagai bagian dari upaya pengarusutamaan Islam moderat di Indonesia. Kajian ini bertujuan (i) menjelaskan hubungan Islam dan budaya lokal dan melihat realitasnya dalam praktik kehidupan masyarakat Sulsel; (ii) menjelaskan peran sentral ulama dalam diseminasi dan inkulturasi Islam kultural. Tulisan ini merupakan kajian kepustakaan yang lebih banyak bertumpu pada hasil penelitian penulis sendiri selama ini. Analisis kajian ditekankan pada analisis isi dengan menggali kembali substansi hasil penelitian dan pemikiran pakar di bidang hubungan Islam dan budaya. Kajian menemukan (i) Islam kultural di Sulsel, yang tersimpul dalam apa yang disebut budaya panngaderreng (Bugis) atau panngadakkang (Makassar), sebagai sebuah model perjumpaan yang saling mengisi antara Islam dan budaya; (ii) Ulama berperan menjaga keseimbangan antara Islam dan budaya dengan menyerap nilai-nilai dari keduanya. Pesantren merupakan salah satu lembaga yang memiliki peran strategis bagi ulama dalam menyemaikan dan mengembangkan Islam kultural. 

References

Abdullah, T. (1987). Sejarah dan Masyarakat, Lintasan Historis Islam di Indonesia. Jakarta: Pustaka Firdaus.Ahamd, A. K. (2013). Buginese Ulama. Jakarta: Puslitbang Lektur dan Khazanah Keagamaan Balitbang dan Diklat Kementerian Agama.

Ahmad, A. K. (1981). Studi tentang Islamisasi Gowa. IAIN Alauddin Makassar.

Ahmad, A. K. (1990). Sosialisasi Agama di Kelurahan Terang –Terang Bulukumba. Makassar: Balai Penelitian Lektur Keagamaan Makassar.

Ahmad, A. K. (1991). Kepercayaan dan Pelestarian Lingkungan pada Komunitas Ammatowa, Kajang, Bulukumba. Universitas Hasanuddin.

Ahmad, A. K. (1993). Transformasi Kelekturan Pesantren Al-Urwatul Wutsqa. In Transformasi Kelekturan Pesantren di Sulawesi Selatan. Makassar: Balai Penelitian Lektur Keagamaan Makassar.

Ahmad, A. K. (1996). Dimensi Pengenalan Siswa SLTP terhadap Al-Qur’an. Al-Qalam, 13(6), 80–85

Ahmad, A. K. (2004a). Struktur Kehidupan Keagamaan dan Pranata Sosial Lokal. Makassar: Balai Litbang Agama Makassar.

Ahmad, A. K. (2004b). Ulama Bugis. Makassar: Indobis.

Ahmad, A. K. (2006). Tradisi Perkawinan di Sulawesi Selatan, Akulturasi Dalam Masyarakat Islam: Sebuah Pengantar. Makassar: Indobis.

Ahmad, A. K. (2007a). Efektivitas Perda-Perda Bernuansa Syariat di Sulawesi Selatan. Makassar: Balai Litbang Agama Makassar.

Ahmad, A. K. (2007b). Potret KPPSI dari Perspektif Tokoh. Makassar: Indobis Rekagrafis.

Ahmad, A. K. (2007c). Varian Gerakan Keagamaan. Makassar: Indobis.

Ahmad, A. K. (2009). Desa Syariat di Bulukumba, Inisiasi Formalisasi Agama dalam Negara. Makassar: Idelenggara.

Ahmad, A. K. (2010). Peranan Tokoh Masyarakat dalam Merevitalisasi Kearifan Lokal. In Makna Bhinneka Tunggal Ika sebagai Bingkai Budaya Ke-Indonesiaan. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.

Ahmad, A. K. (2015a). Gowa, Islam dan Integrasi Sosial di Sulawesi Selatan. Makassar: Kreatif Lenggara.

Ahmad, A. K. (2015b). Pergeseran Paham Keagamaan Mahasiswa Islam di Makassar dan Pare-Pare Sulawesi-Selatan. Makassar: Balai Litbang Agama Makassar.

Ahmad, A. K. (2016a). Dinamika Penegakan SyariatIslam di Bulukumba. Makassar: Balai Litbang Agama Makassar.

Ahmad, A. K. (2016b). Kaderisasi Ulama di Pesantren. In A. M. . dan M. J. (Ed.), Pendidikan Islam: Memajukan Umat dan Memperkuat Kesadaran Bela Negara. Jakarta: Kencana.

Ahmad, A. K. (2019). Ulama, Guru, dan Gallarrang: Negosiasi Islam dan Lokalitas. Bantul: Lintas Nalar.

Amansyah, A. M. (1975). Tentang Lontara Syekh Yusuf, TajulKhalwatiah. Ujung Pandang: Perpustakaan Unhas.

Azra, A. (2002). Jaringan Global dan Lokal Islam Nusantara. Bandung:

Mizan.Bizawie, Z. . (2016). Masterpiece Islam Nusantara. Ciputat: Compas Indonesiatama.

Budiman, H. (2005). Hak Minoritas Dilema Multikulturalisme di Indonesia. Jakarta: Interseksi Foundation.

Geertz, C. (1960). The Javanese Kijaji : The ChangingRole of a Cultural Broker. Comparative Studies in Society and History, 2(2), 228–249. https://doi.org/10.2307/177816

Gonggong, A. (2004). Abdul Kahar Mudzakkar: dari Patriot Hingga Pemberontak. Yogyakarta: Ombak.

Grunebaum, G. E. vo. (1983). Islam Kesatuan dalam Keragamaan. Diindonesiakan oleh Effendi N Yahya. Jakarta: Yayasan Perkhidmatan.

Madjid, N. (1992). Doktrin dan Peradaban. Sebuah Telaah Kritis tengang Masalah Keimanan,Kemanusiaan, dan Kemoderenan. Jakarta: Yayasan Wakaf Paramadina.

Malik, K. (2002). The Failures of Multiculturalism. Dalam Almqvist K. (ed.) The Secular State in Islam in Europe.Stockholm: Axson Johnson Foundation.

Mattammeng, N. R. (1983). Surek Paseng di Soppeng. Universitas Hasanuddin, Makassar., Makassar.

Mattulada. (1985). Latoa. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Parekh, B. (2000). Rethinking Multiculturalism: Cultural Diversity and Political Theory.

Pelras, C. (1996). The Bugis. USA: Blackwell Publishers.

Rahim, A. R. (1985). Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis. Ujung Pandang: Lembaga Penerbitan Unhas

Published
2019-11-05